Oleh: Suci Pujiati
Tentu sangatlah wajar jika julukan si ratu buah atau “Queen
Of Fruit” disematkan pada buah yang satu ini. Manggis, yang memiliki nama latin
Garcinia Mangostana Linn, merupakan buah tanaman tropik yang banyak tumbuh di
Indonesia dan negara Asia Tenggara yang lain. Pohon manggis termasuk tanaman
keras yang mulai berbuah setelah berumur 8 sampai 10 tahun dan hanya
menghasilkan buah pada musimnya selama 1-3 bulan per tahun.
Manggis memiliki daging buah yang manis dan lembut dengan
kulit buah yang tebal. Sewaktu memakan buahnya, biasanya kulit manggis ini
terbuang percuma. Namun pernahkah kita mengamati apa yang terjadi dengan kulit
tersebut? Jika dibiarkan dalam waktu yang lama, ternyata kulit manggis tidak
mengalami pembusukan seperti pada kulit buah-buah yang lain. Lama-kelamaan
kulit ini akan mengering dan mengeras seperti kayu. Inilah yang menjadi
keistimewaan kulit buah manggis. Walaupun daging buahnya juga kaya akan nilai
gizi, ternyata kulit buah manggis memiliki khasiat yang jauh lebih banyak.
Kulit manggis dikenal sebagai antioksidan super yang dapat
mengobati berbagai penyakit dalam tubuh. Mengapa demikian? Tentulah karena
kandungan xanthone yang terdapat dalam ekstrak kulit manggis itu sendiri.
Xanthone adalah salah satu jenis antioksidan yang memiliki nilai ORAC (oxygen
radical absorbance capacity) tertinggi,
jika dibandingkan dengan buah-buahan yang lain yaitu 17.000-20.000. ORAC adalah
satuan yang digunakan sebagai indikator untuk menghitung kemampuan antioksidan
dalam menetralkan gugus radikal bebas. Seperti yang dimuat dalam Journal of
Natural Products, xanthone sendiri memiliki 200 jenis turunan dan 40 di
antaranya ditemukan dalam kulit buah (pericarp) manggis dan sedikit di kulit
biji (hull).
Fungsi antioksidan
Tentu kita bertanya-tanya apakah fungsi dan kegunaan
antioksidan bagi tubuh? Berbicara tentang antioksidan tentu erat kaitannya
dengan radikal bebas, karena memang fungsi utama antioksidan itu sendiri adalah
menetralisir prooksidan atau yang lebih dikenal sebagai radikal bebas dalam tubuh
kita.
Radikal bebas sebenarnya terbentuk dari hasil metabolisme
normal tubuh. Dalam keadaan normal, tubuh memiliki milyaran sel dengan pasangan
elektron yang lengkap. Oksigen dialirkan oleh darah keseluruh tubuh untuk
mengubah nutrisi menjadi energi. Ketika terjadi kontak dengan oksigen, molekul
sel akan teroksidasi sehingga molekul tersebut kehilangan elektron. Inilah yang
dikenal dengan radikal bebas. Radikal
bebas dan senyawa oksigen reaktif (reactive oxcygen species/ROS) lainnya yang
diproduksi dalam jumlah normal sesungguhnya penting untuk menjaga fungsi
biologis. Namun jika jumlahnya berlebihan, radikal bebas akan mencari pasangan
elektron dengan merampas molekul lain yang mengakibatkan kerusakan oksidatif
jaringan yang dikenal dengan stres oksidatif (oxidative stress).
Sebagai molekul yang tidak stabil, radikal bebas berusaha
mengambil eketron dari molekul sel lainnya. Usaha radikal bebas menyerobot
elektron ini akan menggangu perkembangan sel tersebut. Radikal bebas dapat
merusak struktur, mengubah ukuran, bentuk, fungsi bahkan materi sel itu sendiri
seperti protein dan DNA yang terkandung di dalamnya. Kerusakan sel
mengakibatkan dampak buruk bagi kesehatan. Radikal bebas dapat menjadi
pengoksidasi kuat yang dapat menurunkan sistem pertahanan tubuh.
Sebenarnya tubuh memiliki sistem pertahanan alami untuk
menetralisir radikal bebas dan dalam jumlah tertentu pun radikal bebas dapat
membantu leukosit atau sel darah putih untuk melawan kuman dan benda asing yang
masuk dalam tubuh. Namun pengaruh paparan lingkungan seperti polusi,
kontaminasi limbah pabrik, zat kimia industri, konsumsi makanan cepat saji,
rokok, alkohol mengakibatkan tubuh kewalahan mendeteksi radikal bebas dalam
jumlah besar. Sehingga kita memerlukan asupan antioksidan yang diperoleh dari
luar.
Suatu penelitian praklinik menggunakan tikus percobaan
menyimpulkan bahwa mengonsumsi antioksidan dari makanan (seperti lemon) dalam
jumlah yang besar dapat meningkatkan kemampuan antioksidan dalam darah sebesar
10-20%. Sebagai senyawa yang berfungsi untuk menetralkan radikal bebas yang
menjadi racun atau toksik bagi tubuh, antioksidan bekerja dengan menyumbangkan
elektron bagi pasangan elektron radikal bebas yang tidak sempurna.
Kulit manggis sebagai obat tradisional
Sebenarnya sejak zaman dahulu kulit buah manggis sudah
banyak digunakan sebagai obat tradisional oleh masyarakat di negara Thailand,
Filipina dan China untuk mengobati penyakit disentri, luka, infeksi kulit dan
diare. Walaupun mekanisme pengobatan secara medis belum bisa dijelaskan, namun
pada akhirnya studi-studi terkini perlahan-lahan tidak hanya bisa menjawab
khasiat pengobatan tradisional tersebut bahkan mengupas lebih banyak lagi
manfaat dari kandungan xanthone yang terdapat dalam ekstrak kulit manggis ini.
Sampai sekarang, tidak banyak dari masyarakat kita yang
memaksimalkan fungsi dan khasiat si antioksidan super ini padahal ekstrak kulit
manggis sudah mulai diproduksi dan dijual secara umum atau kita bisa
mengolahnya sendiri di rumah. Jika masyarakat Eropa biasa mengonsumsi red wine,
anggur merah yang kaya akan polifenol serta masyarakat China dengan teh
hijaunya yang mengandung flavanoid sebagai antioksidan, sebenarnya kita dapat
menggunakan jus ekstrak kulit manggis ini sebagai suplemen baru yang baik bagi
kesehatan. Di Amerika, xanthone sudah cukup dikenal dan masuk dalam 22 produk
food suplement dengan penjualan tertinggi. Sementara itu di Jepang sudah
dikembangkan produk panaxathone yang berisi ekstrak campuran xanthone (80%
alpha mangosteen dan 20% gamma mangosteen) yang digunakan dalam kemoterapi
payudara.
Dari berbagai penelitian yang telah dikembangkan sejak tahun
1996, antioksidan xanthone dari ekstrak kulit manggis terbukti memiliki
segudang manfaat bagi tubuh dan telah dikembangkan sebagai alternatif terapi
pengobatan yang baru di banyak negara. Berikut manfaat xanthone bagi kesehatan
:
1. Xanthone berperan dalam pengobatan kanker
Xanthone memiliki dua senyawa turunan, alpha mangosteen dan
garcinone E yang sangat potensial dalam menghambat pertumbuhan sel kanker dan
tumor. Alpha mangosteen bekerja dengan mekanisme apoptosis (bunuh diri sel)
dengan meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan merangsang sel pembunuh alami
(natural killer cell) dalam tubuh. Sel inilah yang bertugas untuk membunuh sel
kanker. Ada beberapa penelitian yang mendukung hal tersebut, yang pertama riset
praklinis yang dilakukan oleh Moongkarndi et al, Departement of Microbiology,
Mahidol University Thailand terhadap 8 jenis tanaman herbal yang memiliki sifat
antikanker terhadap aktivitas adenokarsinoma di saluran payudara (kanker
payudara) dengan menggunakan MTT assay, menyimpulkan bahwa kandungan alpha
mangosteen pada manggis memiliki efek terkuat dalam menimbulkan efek apoptosis
atau kematian sel-sel kanker. Yang kedua, penelitian yang dilakukan oleh tim
dari Tumor Pathology Division, University Ryukyus, Okinawa Jepang juga
menjelaskan hal serupa saat melakukan percobaan dengan mencit untuk melihat
kemampuan alpha mangostin dalam menghambat pertumbuhan sel-sel kanker kolon
selama 5 minggu perlakuan. Riset itu menyimpulkan alpha mangosteen potensial
digunakan sebagai kemopreventif. Ketiga, penelitan yang dilakukan oleh
Matsumoto et al, Gifu International Institute of Biotechnology, Jepang
menyebutkan bahwa alpha mangostin yang terdapat pada xanthone memiliki
kemampuan yang sangat baik untuk membunuh sel kanker leukemia HL60 dengan
mekanisme apoptosis.
Tidak hanya itu, Planta Medical mempublikasikan riset klinis
yang dilakukan oleh Chi Kuan Ho et al,
dari Veteran General Hospital Taipeh, Taiwan yang membandingkan 2 kelompok
sampel penelitian yang diberi ekstrak xanthone serta kemoterapi dan obat.
Karena dirasa pengobatan dengan kemoterapi belum bisa memberikan hasil yang
maksimal, maka alternatif pengobatan baru sangat diperlukan. Hasil uji coba
membuktikan garcinone E, salah satu
senyawa turunan xanthone, memberikan efek sitoksik yang kuat terhadap sel HCCS
Hepatocellular carcinomas atau kanker hati. Efek yang sama juga ditemui pada
kanker lambung dan paru. Sehingga garcinone E kini dapat dianjurkan sebagai
alternatif pengobatan baru untuk beberapa tipe kanker yang berhubungan dengan
pencernaan dan paru-paru.
2. Xanthone dapat digunakan sebagai anti bakteri
Sebagai anti bakteri, xanthone bekerja dengan cara
meningkatkan sistem imun atau kekebalan tubuh, seiring dengan itu xanthone juga
memiliki kemampuan dalam menghambat pertumbuhan bahkan membunuh bakteri itu
sendiri. Aktivitas antibakterial pada xanthone tentunya sangat bermanfaat dalam
dunia kedokteran sebagai alternatif pengobatan baru pada kasus penyakit yang
rentan dan resisten. Seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Suksamrarn et
al, Departement of Chemistry Srinakharinwirot University,Thailand menyimpulkan
bahwa xanthone yang diekstrak dari kulit biji (hull) dan biji manggis (seed)
berperan sebagai anti tuberculosis. Alpha mangosteen, beta mangosteen serta
garcinone B memberikan efek yang kuat dalam menghambat pertumbuhan bakteri
Mycrobacterium tuberculosis (TB).
Selain itu, Journal Medical Association of Thailand
mengungkapkan bahwa kandungan polisakarida dalam kulit buah manggis (pericarp)
mampu membunuh bakteri Salmonella enteritidis yang sering menyebabkan penyakit
melalui konsumsi makanan (foodborne disease). Salmonella yang telah
diinokulasikan dan berkembang biak dalam medium agar-agar (PDA) ditetesi dengan
ekstrak kulit manggis. Hasilnya, ekstrak kulit manggis tersebut dapat
merangsang produksi sel fagositik yang dapat membunuh bakteri intraseluler.
Aktivitas antibakterial xanthone juga sangat efisien dalam
pengobatan MRSA (Methicillin Resistant Staphylococcus Aureus) dan MSSA
(Methicillin Sensitive Staphylococcus Aureus). Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Iinuma M et al dari Gifu Pharmaceutical University, Jepang
membuktikan bahwa xanthone memiliki efek yang kuat dalam menghambat pertumbuhan
bakteri Staphylococcus aures. MRSA yang konon dicap sebagai penyakit yang lebih
mematikan daripada AIDS merupakan salah satu tipe bakteri yang ditemukan pada
kulit dan hidung yang kebal terhadap antibiotik. Bakteri ini biasanya
menginfeksi orang yang memiliki daya tahan tubuh yang lemah. Bakteri ini dapat
menyebar dan menginfeksi orang lain melalui kontak kulit dan kontaminasi dengan
barang yang telah terinfeksi. Penyakit yang ditimbulkan terlihat seperti
infeksi kulit, jerawat, bisul, ruam atau gigitan laba-laba. Infeksi ini
biasanya menimbulkan rasa nyeri, sakit, merah dan bengkak. Bakteri ini dapat dengan
cepat menembus tubuh dan berpotensi menginfeksi tulang, sendi, luka bedah,
aliran darah, jantung dan paru-paru yang dapat mengancam jiwa. Walaupun
penyakit ini tidak pernah ditemui di Indonesia, aktivitas antibakterial pada
xanthone terbukti efektif untuk menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus.
3. Xanthone berperan sebagai anti alergi dan anti inflamasi
Alergi adalah reaksi hipersensitivitas sistem kekebalan
tubuh terhadap alergen yang berupa makanan, lingkungan atau bahan tertentu yang
oleh tubuh dianggap asing atau berbahaya (atopik) padahal sebenarnya tidak bagi
orang lain. Sedangkan radang atau inflamasi adalah respon sistem kekebalan
tubuh terhadap infeksi dan iritasi. Ketika tubuh kita mengalami reaksi alergi
dan inflamasi, tubuh akan memproduksi dan mengeluarkan antibodi (dengan bahan
kimia seperti : histamin, bradikilin, serotinin, leukotrien dan prostaglandin)
yang dilepaskan oleh sel yang berperan sebagai mediator untuk melindungi
jaringan sekitar dari penyebaran alergi dan inflamasi.
Pelepasan histamin erat kaitannya dengan gejala alergi.
Pelepasan histamin dari sel mast yang distimulasi oleh antibodi IgE dapat
menimbulkan reaksi yang berbeda apabila berinteraksi dengan reseptornya. Hingga
kini dikenal 4 reseptor histamin, yaitu H1 (pada otot polos, endotelium dan
sistem syaraf pusat), ini merupakan reseptor yang paling bertanggungjawab
terhadap gejala alergi, H2 (pada sel pariteal), H3 ( pada sistem syaraf pusat)
dan H4 (pada sel basofil, saluran cerna dan sumsum tulang). Efek farmakologis
yang dihasilkan dari interaksi ini dikenal dengan gejala alergi, yang umumnya
dapat berupa gatal-gatal yang bersifat ringan hingga berat, demam, muntah,
diare hingga shock.
Untuk mengurangi efek atas tubuh dari histamin yang
berlebihan ini, kita memerlukan obat yang dapat berfungsi sebagai antihistamin
sehingga gejala alergi pun dapan diredam. Salah satunya, yang dapat kita
gunakan adalah ekstrak kulit manggis, xanthone. Seperti penelitian yang
dilakukan oleh Nakatani et al, Departement of Pharmaceutical Molecular Biology,
Tokohu University, Jepang menyebutkan bahwa ekstrak kulit manggis terbukti
dapat menghambat pelepasan histamin dan sintesis prostaglandin E2. Hal serupa
juga dibuktikan dari penelitian yang dilakukan oleh Furukawa et al yang dipublikasikan
dalam European Journal Pharmacology, dimana alpha dan gamma mangosteen sebagai
derivat xanthone berperan besar sebagai agen penghambat pengeluaran histamin
dan serotinin.
Selain dapat digunakan sebagai antihistamin, xanthone juga
dikenal sebagai anti inflamasi. Pada kondisi sakit karena infeksi atau cedera
sehingga menimbulkan radang, dilepaskanlah prostaglandin E2 sebagai hasil
metabolisme asam arakidonat. Pada penelitian Nakatani et al selanjutnya, dengan
percobaan yang menggunakan mencit menyimpulkan kandungan xanthone pada manggis
dapat menghambat aktivitas prostaglandin E2 (PGE2). Aktivitas itu penting
dihambat karena prostaglandin bersama berbagai sitokin dapat menginduksi enzim
cyclooxygenase (COX2) yang memicu timbulnya rasa nyeri. Nakatani menyebutkan
bahwa gamma mangosteen pada xanthone memegang peranan penting dalam menghambat
aktivitas pelepasan prostaglandin E2 ini.
4. Xanthone dapat digunakan sebagai anti virus
Tentunya keberadaan ekstrak kulit manggis xanthone ini dapat
menjadi angin segar bagi para penderita HIV/AIDS. Penyakit yang dikenal dengan
“fenomena gunung es” ini tidak hanya memiliki prevalensi yang tinggi baik di
Indonesia maupun seluruh dunia tetapi juga sangat mematikan. Virus HIV
menyerang sistem kekebalan tubuh sehingga tubuh menjadi sangat lemah dan rentan
terinfeksi penyakit yang lain. Dari hasil temuan yang dilakukan oleh Vlietinck
et al, tim peneliti dari Departement of Pharmaceutical Science, University of
Antwerp, Belgia menyebutkan bahwa senyawa turunan xanthone, alpha mangosteen
dan gamma mangosteen mampu menghambat siklus replikasi virus HIV. Penelitian
ini memperkuat penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Chen et al yang dimuat
dalam Planta Medical menyimpulkan bahwa ekstrak kulit manggis menunjukkan
kemampuan yang tinggi dalam menghambat aktivitas HIV-1 protease yang
mempengaruhi replikasi HIV.
5. Xanthone dapat menurunkan kolesterol dan kadar gula dalam
darah.
Kolesterol merupakan suatu jenis lemak dalam tubuh yang
dikategorikan menjadi 4, yaitu LDL (low density lipoprotein), HDL (high density
lipoprotein), total kolesterol dan trigliserida. Di dalam darah, kolesterol
diangkut oleh LDL dan diedarkan ke sel-sel tubuh yang memerlukan agar dapat
berfungsi sebagaimana mestinya. Kelebihan kolesterol akan diangkut kembali oleh
HDL untuk dibawa ke hati yang selanjutnya akan diuraikan lalu dibuang dalam
kantung empedu sebagai cairan empedu. Karena tugasnya yang sedemikian rupa, LDL
kerap dianggap sebagai lemak yang jahat karena dapat menyebabkan penempelan
kolesterol di dinding pembuluh darah. Sebaliknya, HDL disebut lemak yang baik
karena fungsinya sebagai pembersih kelebihan kolesterol di dinding pembuluh
darah dan mengangkutnya kembali ke hati. Apabila kadar LDL dalam darah terus
meningkat, lama-kelamaan akan mengakibatkan semakin banyaknya penempelan
kolesterol dalam dinding pembuluh darah yang mengarah pada penyempitan pembuluh
kapiler dan meningkatkan beban kerja jantung. Hal ini dikenal dengan
arterosklerosis yang memicu timbulnya penyakit jantung koroner. LDL yang tinggi
biasanya diikuti dengan rendahnya kadar HDL dan tingginya trigliserida.
Penyakit yang dikenal dengan pembunuh nomor satu ini
memiliki prevalensi yang tinggi di hampir seluruh negara tak terkecuali
Indonesia. Alternatif pengobatan modern lebih banyak menganjurkan mengkonsumsi
antioksidan yang dapat memecah tumpukan kolesterol, menetralkan radikal bebas,
mengurangi kadar LDL serta memperbaiki sel-sel yang rusak akibat penyempitan
pembuluh darah sehingga penyumbatan dapat diatasi. Xanthone dari ekstrak kulit
manggis memiliki kandungan antioksidan super menjadi salah satu suplemen herbal
yang dapat konsumsi secara aman. Hal ini dijelaskan oleh Williams dari Western
University, Australia bahwa mangostin, salah satu derivatif yang terkandung
dalam xanthone berperan sebagai penangkat radikal bebas. Mangostin akan
meningkatkan enzim lipoprotein lifase untuk menghidrolisis LDL menjadi asam
lemak dan gliserol. Implikasinya kadar LDL menurun dan HDL meningkat.
Selain itu, ekstrak kulit manggis xanthone juga dapat
menurunkan kadar glukosa dalam darah. Diabetes Mellitus (DM), penyakit yang
diakibatkan karena peningkatan kadar glukosa darah ini juga termasuk salah satu
penyakit yang mendapat perhatian penting karena DM dapat menjadi faktor risiko
yang potensial untuk penyakit-penyakit degeneratif yang lain.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Miura et al,
Suzuka University of Medical Sciene di Jepang melalui percobaan dengan
menggunakan mencit menyimpulkan bahwa mangiferin, salah satu derivat xanthone
dapat menurunkan kadar glukosa darah dan lemak. Mekanisme dari efek
hipoglikemik yang potensial ini disebabkan karena meningkatnya sensitivitas
insulin.
0 komentar:
Posting Komentar