Oleh
Taufik Hidayat
Di era sekarang, karakter merupakan sesuatu yang jarang
ditemukan pada masyarakat Indonesia. Dilihat dari banyaknya ketidakadilan serta
kebohongan-kebohongan yang dilakukan masyarakat kita. Bahkan ditingkat yang
lebih tinggi sendiri, yaitu pemerintah yang tak mengenal lagi sebuah karakter
diri sebagai makhluk Tuhan dan sosial. Menurut Prof. Suyanto Ph.D,karakter
adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk
hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, dan
negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat
keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia
buat.
Potensi karakter yang baik telah dimiliki tiap manusia
sebelum dilahirkan, tetapi potensi tersebut harus terus-menerus dibina melalui
sosialisasi dan pendidikan sejak usia dini. Karakter merupakan kualitas moral
dan mental seseorang yang pembentukannya dipengaruhi oleh faktor bawaan
(fitrah-natural) dan lingkungan (sosialisasi atau pendikan-natural). Pendidikan
merupakan salah satu wadah dalam menunjang pembentukan karakter tiap individu.
Sekolah Dasar adalah merupakan pendidikan awal penanaman karakter anak dalam
perkembangan dirinya. Tak bisa kita mungkiri bahwa banyaknya generasi di
Indonesia, yang tidak mengenal dirinya sebagai bangsa Indonesia—yang memiliki
berbagai macam suku, budaya, dan kultur sosial yang berbeda.
Terdapat sembilan pilar karakter yang berasal dari
nilai-nilai luhur universal, yaitu: pertama, karakter cinta Tuhan dan segenap
ciptaan-Nya; kedua, kemandirian dan tanggungjawab; ketiga, kejujuran atau
amanah, diplomatis; keempat, hormat dan santun; kelima, dermawan, suka
tolong-menolong dan gotong royong/kerjasama; keenam, percaya diri dan pekerja
keras; ketujuh, kepemimpinan dan keadilan; kedelapan, baik dan rendah hati,
dan; kesembilan, karakter toleransi, kedamaian, dan kesatuan.
Meskipun semua pihak bertanggungjawab atas pendidikan
karakter calon generasi penerus bangsa (anak-anak), namun keluarga merupakan
wahana pertama dan utama bagi pendidikan karakter anak. Untuk membentuk
karakter anak, keluarga harus memenuhi tiga syarat dasar bagi terbentuknya
kepribadian yang baik. Yaitu,maternal bonding, rasa aman, stimulasi fisik dan
mental. Selain itu, jenis pola asuh yang diterapkan orang tua kepada anaknya
juga menentukan keberhasilan pendidikan karakter anak di rumah. Kesalahan dalam
pengasuhan anak di keluarga akan berakibat pada kegagalan dalam pembentukan
karakter yang baik.
Namun bagi sebagian keluarga, barangkali proses pendidikan
karakter yang sistematis di atas sangat sulit, terutama bagi sebagian orang tua
yang terjebak pada rutinitas yang padat. Karena itu, seyogyanya pendidikan
karakter juga perlu diberikan saat anak-anak masuk dalam lingkungan sekolah,
terutama sejak play group dan taman kanak-kanak. Di sinilah peran guru, yang
dalam filosofi Jawa disebut digugu lan ditiru (didengar dan dicontoh),
dipertaruhkan. Karena guru adalah ujung tombak di kelas, yang berhadapan
langsung dengan peserta didik.
Kegagalan guru dalam menumbuhkan karakter anak didiknya,
disebabkan seorang guru yang tak mampu memperlihatkan dan menujukkan karakter
sebagai seorang yang patut didengar dan diikuti. Sebagai seorang gurutidak
hanya sekedar menyampaikan materi ajar kepada siswa. Namun, yang lebih mendasar
dan mutlak adalah bagaimana seorang guru dapat menjadi inspirasi dan suri
tauladan yang dapat merubah karakter anak didiknya—menjadi manusia yang
mengenal potensi dan karakternya sebagai makhluk Tuhan dan sosial.
Pembentukan karakter merupakan salah satu tujuan pendidikan
nasional. Pasal I UU Sisdiknas tahun 2003 menyatakan bahwa di antara tujuan
pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki
kecerdasan, kepribadian, dan akhlak mulia.Amanah UU Sisdiknas tahun 2003 itu
bermaksud agar pendidikan tidak hanya membentuk insan Indonesia yang cerdas,
namun juga berkepribadian atau berkarakter, sehingga nantinya akan lahir
generasi bangsa yang tumbuh berkembang dengan karakter yang bernafas
nilai-nilai luhur bangsa serta agama.
Jika karakter anak telah terbentuk sejak masa kecil mulai
dari lingkungan sosial sampai Sekolah Dasar, maka generasi masyarakat Indonesia
akan menjadi manusia-manusia yang berkarakter—yang dapat menjadi penerus bangsa
demi terciptanya masyarakat yang adil, jujur, bertartanggung jawab—sehingga
tercipta masyarakat yang aman dan tentram sebuah suatu negara.Pendidikan yang
bertujuan melahirkan insan cerdas dan berkarakter kuat itu, juga pernah
dikatakan Dr. Martin Luther King, yakni; intelligence plus character… that is
the goal of true education (kecerdasan yang berkarakter adalah tujuan akhir
pendidikan yang sebenarnya).
Memahami Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti
plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling),
dan tindakan (action). Menurut Thomas Lickona, tanpa ketiga aspek ini, maka
pendidikan karakter tidak akan efektif. Beberapa negara yang telah menerapkan
pendidikan karakter sejak pendidikan dasar di antaranya adalah Amerika Serikat,
Jepang, Cina, dan Korea. Hasil penelitian di negara-negara ini menyatakan bahwa
implementasi pendidikan karakter yang tersusun secara sistematis berdampak
positif pada pencapaian akademis.
Seiring sosialisasi tentang relevansi pendidikan karakter
ini, semoga dalam waktu dekat tiap sekolah bisa segera menerapkannya, agar
nantinya lahir generasi bangsa yang selain cerdas juga berkarakter sesuai
nilai-nilai luhur bangsa dan agama.
0 komentar:
Posting Komentar