sumber: Pelita online
Kurikulum 2013 atau Pendidikan
Berbasis Karakter adalah kurikulum baru yang dicetuskan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI untuk
menggantikan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan. Kurikulum 2013 merupakan sebuah kurikulum
yang mengutamakan pemahaman, skill, dan pendidikan karakter, ( siswa dituntut untuk memahami materi, aktif dalam berdiskusi dan presentasi
serta memiliki sopan santun, dan disiplin yang tinggi ). Kurikulum ini menggantikan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan yang diterapkan sejak 2006 lalu.
Dalam Kurikulum 2013 mata pelajaran wajib diikuti oleh seluruh peserta didik di satu satuan pendidikan, pada setiap satuan atau jenjang pendidikan. Mata pelajaran
pilihan yang diikuti oleh peserta didik dipilih sesuai dengan pilihan
mereka. Kedua kelompok mata pelajaran tersebut (wajib dan pilihan) terutama
dikembangkan dalam struktur kurikulum pendidikan menengah (SMA dan SMK)
sementara itu mengingat usia dan perkembangan psikologis peserta didik usia 7 –
15 tahun maka mata pelajaran pilihan belum diberikan untuk peserta didik SD dan
SMP.
Sejak kurikulum ini mulai diujicobakan pada 15
Juli 2013 yang dilaksanakan pada sekolah piloting, pada 6.236 sekolah di seluruh
Indonesia. Sekolah yang telah melaksanakan Kurikulum 2013 berkisar 3,62% dan
sekolah yang belum melaksanakan Kurikulum 2013 ialah 96%. Tahun 2014 pemerintah akan menerapkan kurikulum 2013 di setiap satuan pendidikan di seluruh Indonesia, mulai
dari tingkat SD yang berjumlah 116.000 sekolah, SMP berjumlah 35.000, sampai ke sekolah menengah
atas (SMA/SMK/MA) yang lebih dari 16. 000 sekolah. Pelaksanaan Kurikulum 2013 pada sekolah
piloting yang sudah satu tahun berjalan masih menimbulkan permasalahan. Betapa banyak
peserta didik yang hebat mengunduh informasi dari dunia maya, tetapi mereka
tidak mampu menuliskan dan mengunggahnya. Setelah informasi diperoleh, peserta
didik pun kesulitan menyampaikannya secara ilmiah. Akankah kita biarkan peserta
didik yang tidak pandai menulis dan tidak mampu berbicara ini?
Guru masa depan diharapkan piawai
membelajarkan siswa melalui ketrampilan menulis dan berbicara agar Kurikulum 2013
tidak tinggal nama. Implementasi pendekatan saintifk Kurikulum 2013 telah
mengisyaratkan kemampuan itu melalui Permendiknas 81 A Tahun 2013. Guru yang
tidak mau meng-upgrade diri ( baca: mengembangkan diri ) pastilah akan tertinggal zaman. Jika guru tertinggal zaman ( tidak mampu
menulis dan tidak cakap menyampaikan ide secara baik dan benar) lantas akan dibawa kemanakah generasi nanti..?, akan jadi apakah Indonesia nanti..?
Pendekataan saintifik dalam Kurikulum 2013 digadang-gadang akan mampu menggiring peserta didik pada muara "kemampuan dalam hal menulis dan berbicara" untuk mengkomunikasikan keilmuannya. Fasilitas media
elektronik, utamanya internet diharapkan dapat dijadikan " guru ke dua " bagi peserta
didik untuk mewarnai dan melengkapi proses pembelajaran. Dalam hal ini: pengamatan,
pertanyaan, dan penalaran yang baik dapat dengn mudah diakses kapan saja oleh peserta
didik. Tujuannya adalah agar peserta didik piawai dalam menulis dan hebat berbicara
secara ilmiah.
Para pembuat kebijakan dalam satuan pendidikan yang paling rendah ( kepala sekolah ) seharusnya merencanakan sederetan program-program yang dibutuhkan guru dan peserta didik
secara nyata. Karena sebenarnyalah di pundak mereka akan sangat mempengaruhi maju dan tidaknya sebuah satuan pendidikan. Selain masalah-masalah yang lain, semisal ketrlambatan dan ketidak lancaran pendisbusianbahan ajar, terbatasnya penguasaan guru tentang model pembelajaran, strategi, dan metode pembelajaran, kekurang-piawaian seorang kepala sekolah dalam memimpin dan mengorganisir satuan pendidikan, akan dapat menjadi pemicu lambatnya percepatan pelaksanaan dan keberhasilan Kurikulum 2013 di sekolah.
Pelaksanaan penilaian autentik dengan segala formatnya, sampai saat ini masih dirasa rumit oleh sebagian besar guru, hal tersebut dibuktikan dengan "belum mampunya" guru dalam melaksanakan proses penilaian, meskipun pembelajarn sudah berlangsung . Salah satu penyebab terjadinya kasus tersebut adalah kekurang-terstruktur dan sistematisnya penularan Kurikulum 2013 dari hulu sampai hilir, sehingga ada kesan ketergesa-gesaan dalam penerapan Kurikulum 2013. Dengan keadaan yang begitu akan berpeluang menjadikan guru pasrah bahkan apatis. Penularan harus terstruktur dan sistematis, tanpa harus memperhitungkan proses ( waktu dan biaya ), tetapi target hasil yang menjadi prioritas utama. Karena hal ini ( perhitungan proses ) sering terjadi dan dikondisikan agar terjadi dengan alasan untuk efisiensi dan penekanan waktu serta biaya. Apalah untungnya sebuah efisiensi jika taget yang diharapkan tidak tercapai..?
Guru merupakan ujung tombak dari keberhasilan sebuah proses pembelajaran, guru masa depan tidak akan mengebiri
perkembangan peserta didiknya. Ia harus senantiasa memberikan sesuatu yang terbaik bagi peserta didik sesuai kebutuhannya dan perkembangan zaman. Ungkapan
tersebut hendaklah mampu menjadikan "cambuk" bagi guru untuk berubah ke arah yang lebih baik. Alangkah tak elok
apabila masih ada guru yang mencari pembenaran diri, dengan berkata, “Dulu saya
menggajar seperti ini juga, banyak peserta didik yang berhasil”, mereka ‘jadi
orang’ juga. Pernyataan ini sudah usang dan tak bukan zamannya lagi. Untuk itu jelas dan tegas bahwa di dalam penularannya sangat mutlak dibutuhkan perencanaan yang terstruktur dan sistematis dalam rangka menunjang keberhasilan kurikulum 2013..
Perubahan kurikulum akan menimbulkan
penyempunaan cara belajar. Peserta didik berharap banyak pada guru sambil berusaha
keras untuk menunggu perubahan yang berarti. Mereka ingin menjadi orang hebat,
sedangkan program model pembelajaran guru untuk mengaplikasikan pendekatan
saintifik Kurikulum 2013 masih belum memadai bagi guru. Peserta didik menunggu
penyempurnaan pembelajaran dari pemerintah. Inovatif guru sangat dinanti. Model
pembelajaran yang menyenangkan sangat mereka tunggu. Permendikbud Nomor 54
Tahun 2013 tegas menyatakan esensi perubahan Kurikulum 2013 tentang standar
kompetensi lulusan (SKL) yang bermuara pada kriteria kualifikasi sikap,
kemampuan, dan keterampilan. Pendekatan awal pengamatan dapat dilakukan peserta
didik dengan melihat, membaca, mendengar/menyimak. Keterampilan bertanya pun
perlu dimiliki guru untuk memancing peserta didik mengembangkan diri sambil
mengasah daya nalar yang diukur dengan penilaian autentik.
Permendikbud Nomor 66 Tahun 2013 yang
berisi tentang standar penilaian menuntut adanya format yang harus disiapkan
guru. Sementara orang tua peserta didik saat menerima rapor tidak paham sepenuhnya
dengan nilai rapor anaknya. Selain tuntutan aturan, guru sulit memberi alasan
kepada orang tua peserta didik yang menanyakan alasan sekolah mengkonversi
nilai dari puluhan sampai 100 hingga diubah menjadi nilai A, B, C, dan D. Keterampilan
berbicara ilmiah dan melahirkan ide yang jelas sumbernya sangat penting
dimiliki peserta didik agar mereka bertanggungjawab, dan bekerja menurut
prosedurnya. Ketidakmampuan peserta didik menulis dan
berbicara secara ilmiah akan berdampak nyata pada pembelajaran untuk
menyelesaiakan masalah fenomena kehidupan.
Di sini peran guru memfungsikan kelas
sebagai miniatur kehidupan nyata dengan memanfaatkan berbagai sumber media
cetak, elektronik, internet, dan teknologi di sekolah. Guru profesional
seharusnya memiliki kapasitas yang memadai untuk melakukan tugas membimbing,
membina, dan mengarahkan kemampuan maksimal peserta didik belum terbiasa dengan
teknologi dan menggunakan berbagai aplikasi teknologi.
Peran guru sangat
penting dan strategis, terutama dalam memberikan bimbingan, dorongan, semangat,
dan fasilitas kepada peserta didik. Penguasaan terhadap iptek memang harus
diiringi pemahaman etika. Sikap yang baik akan melahirkan peserta didik yang
mampu memanfaatkan teknologi untuk kemajuan dirinya. Dengan demikian, peserta
didik akan mampu mengembangkan kompetensi dirinya untuk dapat menjadi pribadi yang kuat, ulet, kreatif, disiplin, santun dan berprestasi, sehingga mereka tidak tergilas oleh zaman.
Peran pendidikan sangatlah penting untuk
meningkatkan harkat dan martabat suatu masyarakat dan bangsa. Melalui Kurikulum
2013 bangsa akan kuat dan memiliki kemampuan bersaing dengan bangsa lain.
Kurikulum 2013 menghendaki karakteristik masyarakat pada abad 21 mampu
menghadapi tantangan melalui pembelajaran. Di sini nyali guru akan teruji untuk
menyongsong tantangan.
Guru profesional yang berada pada
era abad 21 dengan segala kemudahannya ( terbuka luasnya akses informasi ) diharapkan mampu menjadikannya sebagai wahana tanbahan untuk meningkatkan dirinya, yang muaranya diharapkan mampu mengangkat keterpurukan rendahnya mutu pendiidkan di negeri Indonesia tercinta ini. Era globalisasi adalah tantangan bagi guru untuk meningkatkan keprofesionalannya untuk menyiapkan peserta didiknya agar menguasai pengetahuan, teknologi,
berprestasi, dan beretika. Membelajarkan kepada mereka sesuai dengan perkembangan zamann, berbingkai ilmu
pengetahuan dan teknologi untuk menanamkan sikap santun, disiplin, kreatif, inovatif,
dan kompetitif melalui pendekatan saintifik Kurikulum 2013.
Peran orang tuapun tidak kalah pentingnya. Orang tua peserta
didik tidak boleh menyerahkan pendidikan sepenuhnya kepada sekolah, karena tidak sepenuhnya anak didik berada pada lingkungan sekolah, waktu mereka di sekolah hanya 25% setiap harinya, yang 75% berada di lingkungan rumah dan masyarakat. Dengan demikian pengawasan orang tua sangat diperlukan. Sekolah, Komite Sekolah, dan Orang tua merupakan bagian yang tak terpisahkan, harus saling bahu-membahu bekerjasama dalam rangka menopang percepatan dan
kecepatan kemajuan pendidikan pada masing-masing satuan pendidikan..
Dengan sinergi dari semua pihak diharapkan melalui penerapan Kurikulum 2013 mampu memberikan harapan baru dalam
mewujudkan pendidikan Indonesia yang maju, mandiri, dan dapat berdiri tegak di
hadapan bangsa-bangsa lainnya.) Semoga.
- mbah Bei ( dari berbagai sumber )
0 komentar:
Posting Komentar