.

Senin, 14 September 2015

Butir-butir Pedoman Pengamalan dan Penghayatan Pancasila yang tercabut dari TAP MPR



Sejak tahun 2003, berdasarkan Tap MPR no. I/MPR/2003, 36 butir pedoman pengamalan Pancasila telah diganti menjadi 45 butir Pancasila. Namun sayangnya tidak ada kebijakan pemerintah untuk memasukkanya ke dalam kurikulum pendidikan ataupun program doktrinasi lewat media. Sewaktu masih SD, hampir semua murid harus hafal 36 butir Pancasila dan setiap malam disuguhkan kebanggaan pada Garuda Pancasila lewat layar kaca. Akibat dari semua itu terbentuklah sebuah "generasi yang hilang" ( generasi yang minim bahkan nyaris tidak memiliki perilaku yang mencerminkan nilai-nilai luhur Pancasila sebagai sebuah "pandangan hidup" dan sumber dari segala sumber hukum bagi hidup berbangsa dan bernegara.

Dengan dicabutnya " Eka Prasetya Pancakarsa" yang lebih familier disebut P4 dari Tap MPR, seolah-olah Pancasila hanya diakui sebagai dasar negara yang pengamalannya bisa multi tafsir tanpa adanya sebuah pedoman yang baku, dalam hal ini P4, bahkan terkesan  tidak perlu lagi diimplementasikan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pncasila pada kehidupan berbangsa dan bernegra. Jika demikian, bisa dimungkinkan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila tidak lagi dijiwai oleh generasi-generasi mendatang, yang muaranya tentu saja bisa-bisa dasar negara digantikan oleh dasar negara yang lain. Inilah yang wajib diwaspadai oleh kita semua bangsa Indonesia yang sudah memiliki slogan " UUD 1945, Pancasila, dan NKRI adalah harga mati".


Ketika sebuah masyarakat bernegara maka harus ada persamaan pikir dan sikap masyarakat pada negara. Harus meletakkan setiap ego-nya pada prinsip yang telah disepakati bersama dan menjunjung tinggi prinsip dasar tersebut demi terciptanya rasa aman bermasyarakat dan tercapainya tujuan bernegara yaitu kemakmuran.

Prinsip dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Pancasila yang mengakomodir dan (harusnya) juga bersifat memaksa sebagai pandangan hidup semua orang yang mengaku Bangsa Indonesia. Dan menjadi sifat dasar bagi semua rakyat Indonesia dalam bermasyarakat.

Sila pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa
  1. Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketakwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa. 
  2. Manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. 
  3. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa. 
  4. Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. 
  5. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa. 
  6. Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing. 
  7. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain. 


Sila kedua: Kemanusiaan yang adil dan beradab
  1. Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. 
  2. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya. 
  3. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia. 
  4. Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira. 
  5. Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain. 
  6. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. 
  7. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan. 
  8. Berani membela kebenaran dan keadilan.
  9. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia. 
  10. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain. 



Sila ketiga: Persatuan Indonesia 
  1. Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan. 
  2. Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.
  3. Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa. 
  4. Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia. 
  5. Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. 
  6. Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika. 
  7. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa. 




Sila keempat: Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaran / perwakilan
  1. Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama. 
  2. Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain. 
  3. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama. 
  4. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan. 
  5. Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah. 
  6. Dengan iktikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah. 
  7. Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan. 
  8. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur. 
  9. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama. 
  10. Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan pemusyawaratan. 




Sila kelima: Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
  1. Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan. 
  2. Mengembangkan sikap adil terhadap sesama. 
  3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban. 
  4. Menghormati hak orang lain. 
  5. Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri. 
  6. Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain. 
  7. Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah. 
  8. Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum.
  9. Suka bekerja keras. 
  10. Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama. 
  11. Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.

1 komentar:

  1. Artikel bagus. Makasih Infonya Gan keren pisan
    Nice lah pokoknya. 1, 2, 3

    BalasHapus