.

Selasa, 17 Februari 2015

Pro dan Kontra Tentang Efektivitas Manajemen Kelas Rangkap



Meskipun banyak para praktisi pendidikan mengatakan bahwa pembelajaran kelas rangkap memiliki banyak keuntungan, namun masih banyak praktisi dan konseptor pendidikan lainnya mempunyai pandangan bersebrangan tentang pembelajaran kelas rangkap. Walaupun pembelajaran kelas rangkap dianggap sebagai terobosan dalam pendekatran pengelolaan kelas yang dapat membuat pembelajaran bisa menjadi efektif, the national association for the education of young children (1996) menemukan bahwa pendekatan ini hanya cocok untuk meningkatkan efektifitas kegiatan yang terpusat pada peserta didik di tingkat sekolah dasar saja. Ditambahkan pula Cushman (1993) bahwa sekolah yang tradisional sebenarnya bisa sama efektifnya dengan sekolah yang menerapkan pembelajaran kelas rangkap jika menggunakan strategi-strategi yang memperhatikan perkembangan siswa, dan siswa diperlakukan seperti yang diharapkan sehingga siswa pun akan berlaku yang diharapkan. Selain itu banyak para pendidik dan orang tua percaya dan yakin apabila kelas tradisional para siswa sudah dipenuhi kebutuhannya. Katz (1996) juga menandai adanya resiko dari pembelajaran kelas rangkap yaitu bisa saja siswa yang lebih muda merasa ditakut-takuti, atau dilampaui oleh teman sekelasnya yang lebih mampu, dan mereka menjadi sangat tergantung pada siswa yang lebih tua untuk memberikan pertolongan sedangkan untuk para siswa yang lebih tua mereka merasa tidak tertantang dan menjadi lebih berkuasa yang dibawahnya. Belum lagi untuk pembelajaran kelas rangkap dibutuhkan ruangan yang lebih lapang untuk  para siswa yang bekerja secara kelompok, dan seharusnya para siswa lebih mudah untuk mengakses bahan-bahan pembelajaran.
Pada prinsipnya dengan pendekatan kooperatif dalam pembelajaran kelas rangkap siswa dapat menyelesaikan pekerjaannya di sekolah bersama-sama dengan teman kelompok sehingga di rumah mereka tidak harus membuat pekerjaan rumah atau menyelesaikan tugas di sekolah. Kemudian sebaliknya, para pendidik yang mendapatkan manfaat dari menerapakan pembelajaran kelas rangkap mendukung dikembangkannya terus pendekatan pembelajaran kelas rangkap ini. Bahkan pembelajaran kelas rangkap ini dapat digunakan untuk pendidikan yang lebih tinggi dari pendidikan dasar.  
Dari kedua kubu yang pendapat pro dan kontra tersebut dapat dipetik pelajaran bahwa sebagai ilmu, pembelajaran kelas rangkap merupakan pembaruan yang terjadi dan berkembang dan semestinya dilaksanakan oleh guru dan memandangnya secara positif. Walaupun ada pro dan kontra tentang efektivitas pembelajaran kelas rangkap, pembelajaran kelas rangkap sebagai suatu konsep yang kuat didukung oleh beberapa teori belajar yang relevan. Di bawah ini akan dijabarkan sekilas tentang keterkaitan teori belajar dengan pembelajaran kelas rangkap, yang diantaranya adalah :
a)  Teori tentang perkembangan kognitif oleh Jean Piaget memberikan sumbangan dasar tentang latar      belakang dari Developmentally Appropriate Practices. Teori ini menunjukkan kebutuhan siswa            untuk membangun  pengetahuan melalui proses belajar dan juga menunjukkan kebutuhan siswa          untuk meraih kesempatan berinteraksi secara fisik dengan sesama teman.
b)  Teori perkembangan sosial oleh Lev Vygotsky, dimana ditekanakan pada perkembangan                    kemampuan berbahasa dan bersosialisasi untuk pertumbuhan kemampuan kognitif para siswa.
c)  Teori atribut dari Bernard Weiner, dimana memberikan sumbangan dasar pelaksanaan                          pembelajaran kelas rangkap dengan pemberian motivasi secara internal kepada siswa dan juga            bagi guru yang membantu siswanya belajar karena memang siswa tersebut mempunyai keinginan        untuk belajar.
d)  Teori Belajar sosial kognitif dari Albert Bandura. Teori ini menunjukkan bahwa proses belajar            yang terjadi banyak dilalui dengan pendekatan model observasi.

Kekurangan dan Kelebihan Manajemen Kelas Rangkap.
Beberapa keuntungan yang diperoleh siswa yang belajar dalam kelas rangkap, yaitu :
1)  Bantuan dari sesama siswa tidak saja hanya menguntungkan siswa dari kelas yang lebih rendah           tetapi juga para siswa dari kelas yang lebih tinggi  ( kerja sama yang paling menguntungkan ).
2)  Para siswa terkondisi untuk belajar secara indenpenden, karena para gurunya   mendidik mereka         untuk mengembangkan sikap independen dan efisien dalam belajar.
3)  Berkembangnya perasaan bangga dalam diri para siswa karena mereka merasa lebih puas                    sekalipun sedikit mengalami friksi dalam kegiatan belajarnya di bandingkan para siswa sekelas          yang hanya terdiri satu tingkatan.
4)  Peserta didik mempunyai kecenderungan untuk mengembangkan kebiasaan bekerja secara                  independen dan keterampilan belajar sendiri.
5)  Kerjasama kelompok diantara para siswa yang berbeda usia dan tingkatan mempunyai                        kecenderungan berkembangnya etika, kepedulian tanggung jawab kelompok.
6)  Peserta didik mengembangkan sikap positif tentang saling membantu sama yang lain
7)  Kegiatan-kegiatan belajar remedial dan pengayaan dapat ditata menjadi lebih produktif di                    bandingkan dikelas-kelas yang normal biasa.
8)  Dengan pembelajaran kelas rangkap, dimana para siswa bisa tinggal di kelas dengan satu guru            dalam lebih dari satu tahun, akan membuat hubungan antara para siswa, guru, dan orang tua                menjadi dekat.
9)  Dengan pembelajaran kelas rangkap akan terbangunnya iklim kekeluargaan dalam kelas, dan              siswa.
10) Para siswa yang belajar dalam kelas rangkap akan lebih berkembang dengan perpaduan antara             strategi pembelajaran kelas rangkap, pembelajaran kooperatif, kelompok yang beragam, tugas-           tugas yang menunjang perkembangan, pendekatan tutor multiusia, waktu yang luwes dan evaluasi       yang positif.
Beberapa kekurangan yang dihadapi sekolah-sekolah yang menerapkan pembelajaran kelas rangkap, yaitu :
1)  Tidak adanya pelatihan yang di selenggarakan untuk mempersiapkan atau membekali para guru           yang ditugaskan mengajar di sekolah-sekolah dasar yang menerapkan pembelajaran pada kelas           ragam/tingkatan
2)   Adanya sementara persepsi yang kurang pas mengenai sekolah-sekolah dasar yang menerapkan         kegiatan pembelajaran ragam kelas atau tingkatan
3)   Keterbatasan berbagai sumber belajar untuk menunjang pelaksanaan pembelajaran terutama yang       berupa buku-buku teks, bahan belajar yang lainnya dan alat bantu mengajar.

4)   Bisa saja siswa yang lebih muda merasa ditakut-takuti, atau dilampaui oleh teman sekelasnya             yang lebih mampu, dan mereka menjadi sangat tergantung pada siswa yang lebih tua untuk                 memberikan pertolongan sedangkan untuk para siswa yang lebih tua mereka merasa tidak                   tertantang dan menjadi lebih berkuasa yang dibawahnya.

*** dari berbagai sumber

0 komentar:

Posting Komentar